Walaupun secara langsung
bertentangan dengan apa yang dinyatakan oleh shastra, namun karena nampak
seolah bahwa kita memiliki kendali atas pikiran dan badan kita, sangat mudah kemudian
untuk mengesampingkan apa yang telah dinyatakan dengan gamblang oleh shastra dengan
menganggapnya sebagai sebuah pernyataan yang belum terjelaskan, misterius, atau
tidak nyata. (Beberapa di antara pernyataan-pernyataan tersebut dapat dibaca
dalam artikel: KARMA) Orang hanya tidak terbiasa dengan gagasan bahwa diri mereka
tidak memiliki kendali atas proses berpikir mereka, ditambah lagi adanya banyak
ulasan atas shastra yang menekankan agar kita hendaknya berusaha mengendalikan
pikiran. Secara umum shastra mengajarkan hal yang berbeda-beda untuk orang
dengan level keinsafan yang berbeda-beda.
Contohnya adalah di dalam Bhagavad-gita dimana pada bagian-bagian awal Krishna menganjurkan untuk berusaha
mengendalikan pikiran, kemudian berikutnya Krishna menyatakan bahwa
sesungguhnya Dialah yang mengendalikan dari dalam. Anjuran awal dimaksudkan
untuk membantu orang-orang yang perlu memisahkan diri mereka dari kesan/rasa
penyamaan diri dengan pikiran. Krishna mengarahkan agar kita mengerti bahwa
diri kita berbeda dengan pikiran kita (kita bukan badan, demikian pula kita
bukan pikiran) dengan memberitahu kita agar mengamati pikiran dan berusaha
mengendalikan pikiran dalam meditasi/pemusatan pikiran.
Seiring dengan kemajuan kita,
kemampuan kita untuk mengerti kebenaran-kebenaran yang lebih kompleks meningkat,
sehingga shastra menyediakan ajaran-ajaran tingkat lebih lanjut untuk kita. Sudah
merupakan hal yang lumrah dalam ajaran-ajaran spiritual Veda untuk kadangkala
berbicara tentang kebenaran-kebenaran yang berkedudukan relatif lebih rendah
untuk mengantarkan seseorang secara bertahap menuju kebenaran yang lebih tinggi
ataupun kebenaran mutlak. Bab 6 Bhagavad-gita adalah contoh yang sempurna.
Krishna berbicara tentang belajar untuk memisahkan sang diri dari pikiran melalui
meditasi/pemusatan pikiran.
Kita cenderung menyamakan diri kita dengan pikiran,
menganggap pikiran adalah diri kita, sebelum kita mencapai suatu tingkat
kemajuan tertentu dalam pemahaman spiritual. Oleh karena itulah Krishna menyampaikan
ajaran-ajaran untuk bagaimana memisahkan sang diri dari kecenderungan untuk
menyamakan diri dengan pikiran, dengan menggunakan konsep yang kita yakini
sebagai kebenaran—yakni bahwa kita mampu mengendalikan pikiran kita.
Oleh karena orang telah
begitu terkondisi/terikat sejak lahir untuk menyamakan dirinya dengan pikiran, mereka
perlu untuk secara bertahap belajar bagaimana memisahkan diri mereka dari
kecenderungan tersebut untuk bisa mencapai keinsafan diri dan mencapai
kesadaran Tuhan. Satu cara untuk melakukannya adalah dengan memberitahu mereka
agar berusaha mengendalikan pikiran, untuk memantapkannya, untuk berusaha
memusatkannya. Tipe ajaran yang seperti ini membantu orang untuk memisahkan
dirinya dari kecenderungan menyamakan diri dengan pikiran, untuk melihat
pikiran sebagai sesuatu yang berbeda dan terpisah dengan diri sejati mereka
sendiri, sebagai sesuatu yang harus diamati. Itulah maksud sebenarnya dari
ajaran-ajaran yang demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar