Senin, 20 Mei 2013

KRISHNA, Transenden dan Imanen


Alkisah seorang yang beriman sedang terjebak banjir yang terus semakin meninggi. Ia memilih untuk terus bertahan di rumahnya, sementara orang lain berhamburan menyelamatkan diri. Ia naik ke loteng rumahnya seiring makin meningginya banjir, sambil berpengharapan bahwa Tuhan pasti akan menyelamatkan dirinya karena merasa dirinya sebagai orang yang sepanjang hidupnya taat menjalankan perintah-perintah Tuhan. Tim penyelamatan banjir mulai mengirimkan perahu untuk menjemput orang beriman itu ke tempat aman, namun ia menolaknya sambil terus berpikir bahwa Tuhan lah yang akan menyelamatkan dirinya. Sampai tiga kali perahu datang menjemput namun ia masih lebih memilih untuk bertahan di loteng rumahnya sampai akhirnya tinggi banjir menyapu loteng rumahnya dan hanyutlah dia. Setelah meninggal dunia, dikisahkan bahwa dia bertemu Tuhan dan ia pun menuntut, “Tuhanku, aku adalah hamba-Mu yang beriman kepada-Mu, tetapi mengapa Engkau tidak menyelamatkan aku dari banjir?” Tuhanpun kemudian menjawab, “Bukankah AKU telah mengirimkan tiga perahu untuk menyelamatkan dirimu?”

Ilustrasi di atas pasti sudah pernah kita baca atau dengar, yang dipakai untuk menggambarkan bagaimana sesungguhnya “tangan-tangan Tuhan” itu ada dekat dengan kita, senantiasa hadir dengan cara yang tidak terbatas. Bisa jadi hadirnya tangan-tangan Tuhan itu dalam bentuk nasihat, tulisan, bantuan, guncangan, senyuman, sentilan, makian, tangisan, pujian atau dalam bentuk yang lain. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah cukup peka terhadap hadirnya Tuhan di hadapan kita? Ataukah justru kita sedang terus mengabaikannya?

Keinsafan akan Tuhan yang transenden, yakni Tuhan yang berada nun jauh di sana, di kediaman-Nya, adalah keinsafan tingkat pemula dalam jalan spiritual. Keinsafan yang lebih maju adalah keinsafan akan Tuhan yang imanen, yakni Tuhan yang dirasakan senantiasa hadir pada setiap kejadian, di segala ruang dan waktu. Keinsafan akan Tuhan yang imanen tidak berarti meniadakan keberadaan Tuhan yang transenden. Tuhan adalah imanen dan transenden pada saat yang bersamaan.

Demikian pula dalam jalan bhakti, jalan kesadaran Krishna. Bisa jadi kita terus berdoa, bersembahyang, melakukan segala bentuk sadhana bhakti dengan kesadaran bahwa Krishna adanya nun jauh di sana, di dunia rohani, yang baru akan bisa kita temui dan berinteraksi dalam hubungan-hubungan cinta kasih setelah kita mencapai kesempurnaan, setelah meninggal dunia dan memenuhi syarat untuk memasuki dunia rohani. Sementara pada saat yang sama dalam hidup ini kita gagal merasakan dan melihat Krishna dan cinta kasih kepada Krishna dalam segala hubungan kita dengan sesama penyembah, sesama manusia, sesama makhluk hidup. Krishna hanya ada di awang-awang, atau mungkin sedikit lebih maju, Krishna hanya ada di altar dan hanya hadir saat kita sembahyang…

~~~~~~~~~~~

Ibarat kereta udara membawa aroma wangi dari sumbernya dan langsung memikat indera penciuman, begitu pula, orang yang senantiasa tekun dalam bhakti, dalam kesadaran Krishna, dapat memikat Roh Yang Utama, yang hadir di mana-mana secara merata.

Aku hadir di dalam setiap makhluk hidup sebagai Roh Yang Utama. Apabila seseorang mengabaikan bahwa Roh Yang Utama ada di mana-mana dan ia menyibukkan diri dalam pemujaan Arca di kuil, maka itu hanyalah kepalsuan.

Orang yang memuja Arca Tuhan di kuil tapi tidak mengetahui bahwa Tuhan, sebagai Paramatma, berada di hati setiap makhluk hidup, pasti berada dalam kebodohan dan ia diibaratkan orang yang menghaturkan persembahan ke dalam abu.

Orang yang memperlihatkan sikap hormat kepada-Ku namun iri hati terhadap badan orang lain sehingga ia disebut separatis, tidak pernah mencapai kedamaian pikiran, disebabkan oleh sikap permusuhannya terhadap makhluk hidup lain.

Wahai ibu, orang yang tidak mengetahui kehadiran-Ku di dalam semua makhluk hidup tidak pernah membuat diri-Ku puas dengan pemujaan kepada Arca-Ku di kuil, bahkan jika ia melakukan pemujaan dengan ritual-ritual dan sarana yang benar.

Dengan melaksanakan tugas kewajiban yang ditetapkan baginya, orang hendaknya memuja Arca Personalitas Tuhan Yang Maha Esa sampai ia menginsafi kehadiran-Ku di hatinya sendiri dan juga di hati makhluk hidup lainnya.

Srimad-Bhagavatam, 3.29.20-25